Senin, 30 Juli 2012

Ufa Hibbatillah: Teori Relativitas dan Mukjizat Isra’ Mi’raj

Ufa Hibbatillah: Teori Relativitas dan Mukjizat Isra’ Mi’raj

Konten Dewasa +17 ke atas.....

Teori Relativitas dan Mukjizat Isra’ Mi’raj

Konten Dewasa +17 ke atas.....

Dalam teori relativitasnya yang lebih dikenal dengan E=mc2 (1905 M), Albert Einstein meng-include-kan antara ruang dan waktu. Ketika bicara soal waktu, tidak mungkin terlepas dari ruang, atau sebaliknya. Jika segala sesuatu bergerak, maka harus ada waktu yang menyertainya. Semakin cepat sesuatu bergerak, maka waktu di sekelilingnya akan menyusut jika dibanding dengan waktu sebuah benda yang geraknya lebih lambat.
Berdasarkan teori Einstein ini, jika dikhayalkan seorang astronot bergerak mendekati kecepatan cahaya selama sehari maka itu sama saja dengan 50.000 tahun tahun waktu bumi. Jika kembali ke bumi, maka tim astronot tersebut akan menemukan generasi baru sama sekali.
Kesimpulannya, semakin cepat bergerak maka waktu akan menciut. Itulah kurang lebih keyakinan kaum materealisme dimana kecepatan dan kemampuan waktu terkait erat.
Jika ada makhluk lain bukan dari bangsa manusia yang lebih kuat dari manusia, seperti jin atau malaikat, maka ia bergerak dengan hukum yang berbeda. Ia akan mampu menempuh jarak dan melintasi segala penghalang yang di luar bayangan manusia. Berdasarkan teori relatifitas, jika ada benda kecil yang bergerak melebihi kecepatan cahaya, maka jarak akan pendek dan menghapus waktu di depannya. Hingga kini, kecepatan cahaya di ruang kosong masih yang tercepat. Namun dunia ilmiah tidak mengingkari adanya kecepatan lain yang lebih cepat di ruang kosong. Meski belum ditemukan.
Apa lantas kaitan teori relativitas Einstein dengan mukjizat RasulullahShalallahu Alaihi wa Sallam, “Isra’ dan Mi’raj”?. Tulisan ini bukan menambah pembuktian kebenaran mukjizat hissi (indrawi) ini. Namun untuk melakukan pendekatan pemahaman masalah ini terhadap mereka yang mengingkari kejadian ini, baik dari kalangan umat Islam yang ragu atau orang kafir. Separuh bagian dari mukjizat ini, Allah sengaja menantang manusia yang ingkar. Separuhnya adalah perkara ghaib yang harus diyakini kebenarannya secara mutlak.
Mukjizat ini tidak mungkin terjadi terhadap manusia biasa dengan standar ilmiah apapun dengan segala teori dan asumsinya. Sebab jika terjadi, ia bukan mukjizat lagi dan manusia bisa menciptakan alat (mesin waktu misalnya) untuk melintasi waktu. Mukjizat indrawi tidak bisa diandalkan untuk meyakinkan risalah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, sebab mukjizat itu sudah berlalu. Mukjizat yang kekal adalah Al Quran.
Isra’ dan Mi’raj merupakan mukjizat yang mengandung unsur kecepatan yang di luar biasa yang mengantarkan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dalam dua perjalanan. Pertama, rihlah (perjalanan) antar jarak di bumi dari Masjidil Haram di Mekah ke masjidil Al Aqsha di Palestina yang disebut isra’. Kemudian dilanjutkan “perjalanan langit” dari bumi menembus alam raya ke lapisan langit yang tidak pernah di ketahui oleh manusia kecuali melalui informasi dari Al Quran.
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al Isra’: 1)
“Maha Suci Allah” kalimat ini menegaskan tentang mukjizat Isra’ dan Mi‘raj. Namun apakah perjalanan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, ini utuh dalam arti ruh dan jasadnya atau hanya ruhnya saja? Ada sebagian orang mengatakan bahwa perjalanan Isra’, terutama tentu Mi’raj terjadi terhadap Rasulullah, ketika dalam keadaan tidur atau mimpi. Artinya, hanya ruh saja tanpa jasad. Namun, secara tidak langsung, pendapat ini tidak mengukuhkan Isra’ Mi’raj sebagai mukjizat.
Pendapat yang benar, wallahu a’lam bishawab, perjalanan itu terjadi pada ruh dan jasad secara utuh. Ayat di atas tegas menyatakan “biabdihi”, (dengan hamba-Nya), secara lahir maknanya utuh ruh dan jasad. Di awal ayat, ditegaskan “subhanalladzi” , Maha Suci (Allah) Yang artinya Allah Maha Suci dari tandingan, persamaan, pertolongan, suci dari kelemahan Yang mampu menciptakan kejadian maha agung. Dari awal ayat Allah sudah “meminta” kepada pembaca untuk menerima informasi kejadian agung.
Melihat kondisi kaum muslimin saat itu dan dakwahnya, mukjizat Rasulullah, ini bertujuan ingin membersihkan hati orang yang beriman kepada beliau, secara utuh dan total.
Kelompok materealis selalu mengukur segala sesuatu dengan dimensi, ruang, waktu dan materi. Walhasil mereka mengingkari fenomena Isra’ Mi’raj secara mutlak.
Dalam hadits disebutkan bahwa perjalanan pergi dan pulang dari Mekah ke Al Quds, Rasulullah saw naik “buraq“. Sebagian mengatakan buraq berwarna putih yang berkilau. Kemungkinan ini adalah kendaraan dengan kecepatan cahaya wallahu a’lam. Karena ini sebuah mukjizat, maka jasad Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dijaga dari pengaruh kecepatan cahaya.
Alam raya maha luas yang disaksikan oleh manusia dengan alat-alat yang ada hanya langit dunia dan bagian kecil dari langit-langit Allah yang tujuh. Semua itu tidak ada bandingnya sama sekali dengan Allah Yang Maha Esa, Raja dan Pemilik dan Pengatur alam raya ini.
Meski teori perubahan materi menjadi energi dan kembali lagi ke materi hanya sebatas terori dan tidak bisa diterapkan, tapi bisakah ini didekatkan dengan fenomena Isra’ dan Mi’raj? Mungkinkah jasad Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, berubah menjadi energi yang lebih tinggi dari cahaya sehingga bisa menembus alam raya dalam waktu singkat? Perjalanan Rasulullah dalam isra dan mikraj hanya semalam. Perjalanan itu dimulai setelah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam shalat isya’ bersama sahabat dan kembali shalat shubuh bersama-sama mereka.
Fenomena mukjizat itu ditegaskan oleh Allah dalam Al Quran
“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) Menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang Dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu Dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (An Najm: 1-18)
Dalam sejarah, perjalanan ke langit atau perpindahan benda sangat cepat bukan hanya di jaman Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam. Sebut misalnya, Nabi Sulaiman memindahkan istana Balqis dalam sekejap dari Yaman ke Syam, Nabi Idris yang diangkat ke langit, Nabi Ilyas, Nabi Isa bin Maryam. Dalam sebuah riwayat hadits shahih, Nabi Isa yang diangkat Allah ke langit akan kembali ke bumi di akhir jaman. Apakah dalam fenomena ini berlaku teori relativitas Albert Eistein?
Wallahu a’lam bish shawab.

Akrab Dengan Al Qur’an

Konten Dewasa +17 ke atas.....
Ada empat macam cara interaksi dengan Al Qur’an :

Tilawah (membacanya).
Tadabbur (menelaahnya).
Hifzh (menghafalnya).
Al Amal Bihi (mengamalkannya).



Al Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Isinya merupakan penyempurna dan pengoreksi semua isi kitab suci terdahulu. Dengan diturunkannya ayat terakhir dari Al Qur’an, berarti terhentilah wahyu dari langit dan berakhirlah pengutusan para rusul ke dunia. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penerima wahyu terakhir tersebut adalah pemungkas para Rasul (QS Al Ahzab: 40).
Al Qur’an merupakan undang-undang langit terakhir yang berfungsi mengubah undang-undang samawi sebelumnya. Apa yang masih dianggap relevan dengan tuntutan zaman masih tersirat dan atau tersurat di dalamnya, karena Al Qur’an adalah puncak dari perundang-undangan Ilahi dan pemungkas wahyu samawi. Isi kitab samawi sebelumnya yang telah diubah oleh tangan-tangan kotor manusia, dikoreksi dan diluruskan. Undang-udang pokok yang dibutuhkan umat manusia sampai akhir zaman untuk mengatur kehidupannya telah lengkap tercantum dalam Al Qur’an.(Al Maidah 3).
Al Qur’an diturunkan berfungsi membenarkan dan meluruskan apa yang ada pada kitab suci sebelumnya serta menyempurnakan risalah para Nabi terdahulu, untuk dijadikan sebagai risalah universal yang mencakup semua kebutuhan manusia, kapan dan dimana saja mereka berada. (QS Al Ma’idah: 48).
1.      Kesempurnaan dan Kelengkapan Isi Al Qur’an
Dalam surat Al Ma’idah ayat 3 Allah menyatakan,
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku lengkapkan nikmatKu kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
Ayat ini menyuratkan dua hal pokok. Pertama, Allah telah menyempurnakan isi Al Qur’an. Dalam artian dari aspek kualitas, ajaran Al Qur’an amat sempurna dan tidak terdapat kontradiksi sama sekali. Kedua, Allah telah mencukupkan atau melengkapkan nikmat-Nya kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Diantara nikmat yang paling agung adalah nikmat Islam. Berarti Allah telah melengkapkan ajaran Islam.
Kelengkapan ajaran Al Qur’an ini ditinjau dari segi kuantitas ajarannya. Menuntut ayat tersebut, ajaran Al Qur’an telah mencakup semua aspek hukum dan aspek kehidupan manusia. Sebagaimana yang ditegaskan Allah, “Tidak satu pun yang Kami abaikan dalam Al Qur’an ini” (QS Al An’am: 38).
Para ahli tafsir mengatakan maksud ayat ini, bahwa Allah tidak meninggalkan sedikit pun masalah-masalah agama dalam Al Quran. Allah telah menjelaskan semuanya, baik dengan terperinci maupun secara global yang diterangkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam atau ijma’ dan qiyas. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz VI hal 420).
Dalam ayat lain ditegaskan, ”Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu”. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz X hal 164).
Menurut ayat-ayat tersebut, segala sesuatu sudah ada dan diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dalam Al Qur’an. Bagi orang yang mengikuti peraturan-peraturan yang sudah ada dalam Al Qur’an, akan sempurna merasakan nikmat Allah dalam penghidupan dan kehidupan di atas dunia ini.
Kalau kita bawa maksud Al Qur’an ini kepada suatu konotasi yang lebih sempit, yaitu pedoman hidup dan hukum, maka Al Qur’an merupakan pedoman hidup dan aturan hukum yang sempurna dan lengkap. Tidak ada lagi aturan atau hukum pokok yang dibutuhkan manusia yang tertinggal. Apabila manusia berpedoman pada Al Qur’an, mengikuti dan menjalankan peraturan-peraturan hukum yang ada di dalamnya, maka akan sempurnalah nikmat kehidupan umat manusi di dunia ini. (Al Jami’ Li Ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz VI hal 420)
2.      Manusia Membutuhkan Petunjuk Al Qur’an
Totalitas dan kesempurnaan ajaran yang dimiliki Al Qur’an menuntut peganutnya agar komitmen terhadap Islam secara total. Seorang muslim tidak boleh mengambil satu aspek saja dari ajarannya, akan tetapi ia harus mengambil semua aspek dari ajaran-ajaran Islam secara utuh. Al Qur’an mencela Bani Israil yang menerima sebagian ayat dan menolak sebagian yang lainnya sesuai dengan kemauan dan hawa nafsu mereka. (QS Al Baqarah: 85).
Untuk menghadapi era globalisasi sekarang ini, manusia amat membutuhkan petunjuk Al Qur’an, karena kebutuhannya melebihi kebutuhan umat manusia terdahulu. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kita amat membutuhkan petunjuk Al Qur’an.
Al Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk membebaskan ummat manusia dari kegelapan menuju cahaya hidup yang terang benderang (QS Ibrahim: 1). Dan sebagai pedoman hidup penuntun ummat manusia ke jalan kehidupan yang lurus (QS Al Baqarah: 183 dan QS Al Isra’: 9). Mengikuti petunjuk Al Qur’an adalah jaminan kebahagiaan pribadi dan masyarakat, kebahagiaan dunia dan akhirat, karena pembuat petunjuk itu adalah Pencipta dan Yang Maha Tahu tentang ciptaan-Nya.
Pedoman dan petunujuk hidup itu berlaku bagi seluruh ummat manusia, baik bagi orang Arab manupun orang non Arab, baik orang pandai ataupun orang biasa, baik kelas atas, menengah, atau pun kelas bawah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang Maha bijaksana menurunkan Al Qur’an ini dengan uslub yang mudah, yang dapat difahami oleh ummat manusia. Bahkan, Al Qur’an sendiri mengulang-ulang pernyataan ini empat kali dalam satu surat Al Qamar: 17, 22, 32 dan 40 sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar : 17, 22, 32 dan 40)
Para sahabat Nabi dengan berbagai macam jenis kemampuan penalaran mereka, dengan mudah memahami, mencerna, dan mengamalkan Aquran, karena mereka siap mendengar, menerima, dan mentaatinya. Namun, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. tentang sikap kaumnya terhadap Al Qur’an ini, sebagaimana direkam oleh Al Qur’an sendiri:
“Dan Rasul berkata (mengadu): Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS Al Furqaan: 30).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa tidak beriman dan tidak membenarkan Al Qur’an termasuk “mahjura”. Tidak mentadabburi (menelaah) dan tidak memahaminya adalah termasuk “mahjura”. Tidak mengamalkannya dan tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya adalah termasuk “mahjuro”.
Pengaduan itu terhadap kaumnya yang memusuhi Aquran (orang-orang kafir), bagaimana kalau terjadi pada ummatnya sendiri!!!
3.      Berinteraksi dengan Al Quran dan Mentadabburinya
Ada empat macam cara interaksi dengan Al Qur’an :
  1. Tilawah (membacanya).
  2. Tadabbur (menelaahnya).
  3. Hifzh (menghafalnya).
  4. Al Amal Bihi (mengamalkannya).
Tadabbur (penelaahan) Al Qur’an diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dan salah satu cara berinteraksi (ta’amul) dengan Al Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman, “Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai fikiran mendapatkan pelajaran” (QS Shaad: 29). “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al Qur’an ataukah hati mereka terkuci?” (QS Muhammad: 24 ).
Tadabbur adalah salah satu cara untuk memahami Al Qur’an. Kitab-kitab Tafsir yang kita kenal dan kita baca sekarang adalah hasil usaha yang optimal dari para ulama dalam mentadabburi dan memahami Aquran.
Tadabbur menurut bahasa berasal dari kata دبر yang berarti menghadap, kebalikan membelakangi. Tadabbur menurut ahli bahasa Arab adalah التفكر memikirkan. Maka, tadabbur bisa berarti memikirkan akibat dari sesuatu atau memikirkan maksud akhir dari sesuatu. Sedangkan, tadabbur menurut istilah adalah “penelaahan universal yang bisa mengantarkan kepada pemahaman optimal dari maksud suatu perkataan.”
Namun, tadabbur itu sendiri terikat dengan mengamalkannya, karena para Salafushshalih mengartikan tadabbur dan tilawah yang sungguh-sungguh (QS Al Baqarah: 121) dengan mengamalkannya. Jadi, pengertian tadabbur adalah, “Usaha memahami ayat-ayat Al Qur’an yang sedang dibaca atau didengar dengan disertai kekhusyukan hati dan anggota badan serta dibuktikan dengan mengamalkannya”.
Untuk berinteraksi dengan Al Qur’an dan melakukan tadabur yang optimal membutuhkan kiat-kiat sebagai berikut:
1.) Memperhatikan Adab atau Sopan-santun dalam Tilawah.
Supaya tilawah Al Qur’an memberikan manfaat dan buah serta menghasilkan dampak positif dan istiqamah, perlu diperhatikan adab dan sopan santun ketika membaca Al Qur’an antara lain:
  1. حسـن النيـة (motivasi yang baik), keihklasan, totalitas hanya untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. الاستعاذة والبسـملة (dimulai dengan Isti”adzah dan Basmalah) karena hal tersebut diperintahkan oleh Allah (QS An Nahl: 98).
  3. الطهـارة (kesucian) hati dan jasad, suci lahir dan batin.. Bahkan dianjurkan membaca Al qur’an itu dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil.
  4. تـفـريغ النفـس عن شـواغلـها (tidak disibukan dengan selain Al Qur’an).
  5. حصـر الفـكـر مع القـرءان (konsentrasi penuh dengan Al Qur’an)
  6. اختـيار الأوقـات والأمـاكن المـنـاسبـة (memilih waktu dan tempat yang cocok).
2.) Memperhatikan cara-cara Talaqqi (menerima pelajaran).
  1. التـلقي بالقلب الخاشـع (menerimanya dengan hati yang khusyuk).
  2. التـلقي بالـتـعظيـم (menerimanya dengan rasa takzim) seperti halnya seorang prajurit mendapatkan perintah dari komandannya atau seorang hamba sahaya mendapat perintah dari majikannya.
  3. التـلـقي للتـنـفيـذ (menerimanya untuk dilaksanakan).
3.) Memperhatikan Tujuan Pokok dari Al Qur’an.
Ketika mentadabburi Al Qur’an, hendaknya terhujam dalam benak kita tujuan pokok dan essensi diturunkannya Al qur’an, yang antara lain:
  1. Petunjuk jalan menuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. bagi setiap individu ataupun bagi seluruh ummat manusia.
  2. Merealisasikan pembentukan pribadi muslim yang sempurna dan yang seimbang.
  3. Merealisasikan masyarakat Islam berwawasan Al Qur’an.
  4. Membimbing ummat dalam pergumulannya dengan situasi jahili yang berada disekelilingnya.
4.) Mengikuti Jejak Langkah Para Sahabat dalam Berinteraksi dengan Al Qur’an.
  1. Pandangan yang universal terhadap Al Qur’an.
  2. Melepaskan segala bentuk prasangka sebelum masuk berinteraksi dengan Al Qur’an.
  3. Penuh keyakinan akan benarnya nash-nash Aquran.
  4. Merasakan bahwa ayat yang dibaca atau didengar adalah ditujukan kepadanya.
5.) Berusaha Hidup dalam Ruh Al Qur’an.
  1. Tidak bertele-tele dalam memahaminya.
  2. Menjauhkan cerita-cerita Israiliyyat.
  3. Melepaskan nash-nash Al Qur’an dari keterikatan dengan tempat dan waktu.

Rabu, 25 Juli 2012

CARA PENENTUAN NILAI KKM

Konten Dewasa +17 ke atas.....



Bagaimana Menetapkan KKM?
Tujuan : Setelah membaca postingan ini, diharapkan semua pembaca – terutama guru – sanggup menyusun KKM mata pelajarannya sendiri.

KKM yang merupakan singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimal adalah salah satu tuntutan dari kurikulum KTSP yang berlaku sejak tahun 2006 di Indonesia. Tuntutan ini merupakan kriteria untuk menentukan kelulusan peserta didik. Jika nilai peserta didik berada di atas atau sama dengan KKM maka peserta didik dinyatakan lulus, dan sebaliknya jika nilai peserta didik di bawah KKM, maka peserta didik itu belum dapat dikatakan sudah lulus. Jadi kita sebagai guru harus melihat pentingnya KKM dalan kurikulum KTSP. Pada jaman dulu, penilaian menggunakan sistem merah atau tidak. Nilai di bawah 6 dianggap merah dan nilai 6 ke atas dianggap sudah baik. Sekarang tidak lagi demikian.

Tanpa nilai KKM, maka guru tidak punya acuan menentukan siswa lulus atau tidak. Siswa mendapat nilai 50 pun bisa dianggap lulus jika KKM yang ditetapkan sebesar 50 dan siswa dengan nilai 70 juga bisa tidak lulus jika KKM yang ditetapkan sebesar 75. Satu lagi yang penting, yaitu guru tidak bisa menentukan KKM mata pelajaran dengan metoda kira-kira atau asal menebak saja. Ada kriteria-kriteria tertentu untuk dapat menentukan KKM. Tulisan ini akan merangkum seluk-beluk penentuan KKM dengan ringkas tanpa teori-teori yang njlimet dengan harapan semua guru yang membaca tulisan ini langsung dapat menentukan KKM mata pelajarannya sendiri dengan benar. Hanya saja saya mohon maaf jika contoh-contoh yang saya gunakan saya ambil dari mata pelajaran Fisika SMA/MA karena saya adalah seorang guru Fisika SMA.

Pertama-tama yang perlu kita ketahui adalah tingkatan-tingkatan KKM, yaitu :
1.   KKM Indikator
2.   KKM Kompetensi Dasar
3.   KKM Standar Kompetensi
4.   KKM Mata Pelajaran selama 1 Semester atau 1 Tahun
5.   KKM seluruh mata pelajaran (atau KKM Satuan Pendidikan)

Tingkatan tersebut berurutan, artinya tanpa ada KKM Indikator, tidak mungkin ada KKM Kompetensi Dasar, dan tanpa ada KKM Kompetensi Dasar, tidak mungkin ada KKM Standar Kompetensi, dan seterusnya. KKM Satuan Pendidikan adalah rata-rata dari seluruh KKM setiap Mata Pelajaran, sehingga semua guru yang mengajar harus dapat memberikan KKM mata pelajarannya kepada pihak sekolah. Jika satu mata pelajaran saja belum ada KKM-nya, maka perhitungan KKM Satuan Pendidikan tidak bisa dihitung.

Jadi, guru harus mulai menghitung KKM-nya berdasarkan KKM yang paling awal, yaitu KKM Indikator, jadi minimal, guru harus mempunyai indikator yang selalu tercantum dalam silabus mata pelajaran. Karena Standar Isi KTSP yang diberikan oleh Pemerintah hanyalah berisi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar saja, maka setiap guru harus dapat membuat indikatornya masing-masing. Indikator ini berfungsi utuk membuat soal-soal ujian, karena semua soal ujian harus bertolak dari indikator yang dibuat oleh guru tersebut. MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) telah mempermudah hal ini dengan memberikan acuan indikator yang seragam berdasarkan hasil musyawarah bersama para guru mata pelajaran di setiap sekolah di suatu wilayah (misalnya : MGMP Fisika Kota Bandung), meskipun demikian, guru mata pelajaran dapat menambahkan atau mengurangi indikator dari MGMP tersebut sesuai tujuannya sendiri (atau membuat sendiri indikatornya) karena itulah inti dari KTSP, yaitu memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada Tingkat Satuan Pendidikan (contoh : SMA, SMP, MA, dll) untuk dapat mengembangkan kurikulumnya sendiri. Indikator yang ditentukan oleh MGMP hanyalah bersifat acuan saja.

Untuk permasalahan indikator, saya menganggap semua guru sudah memilikinya sehingga saya tidak akan membahas cara membuat indikator di tulisan ini. Nah, sekarang bagaimana cara menentukan KKM Indikator? Setidaknya guru harus memperhitungkan 3 aspek yang sangat penting, yaitu :
1.   Tingkat Kompleksitas => Berhubungan dengan tingkat kesukaran dari suatu indikator
2.   Daya Dukung Sekolah => Berhubungan dengan fasilitas sarana/prasarana dari sekolah masing-masing
3.   Intake (Tingkat Kemampuan) Siswa => Berhubungan dengan kemampuan siswa sendiri.
Jadi, ketiga aspek dari KKM telah mencakup 3 segi yang penting, yaitu dari segi pelajaran itu sendiri, dari segi pihak sekolah dan dari segi siswa, sehingga nilai KKM untuk setiap indikator berbeda, juga nilai KKM untuk setiap pelajaran berbeda bahkan juga nilai KKM untuk semester 1 dan semester 2 dari pelajaran yang sama juga berbeda. Perbedaan nila KKM ini perlu disadari oleh guru karena setiap indikator memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda baik dari segi kesukaran pejarannya, daya dukung sekolah atau kemampuan siswanya.

Contoh :

Mata pelajaran Fisika SMA Kelas XI Semester 2
Standar Kompetensi :
2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah
Kompetensi Dasar :
2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep torsi, momentum sudut, dan momen inersia, berdasarkan hukum II Newton serta penerapannya dalam masalah benda tegarIndikator :
2.1.1 Menerapkan dan memformulasikan konsep torsi pada berbagai bentuk benda tegar yang berhubungan dengan rotasi benda itu
2.1.6 Menganalisis masalah dinamika rotasi benda tegar dalam berbagai keadaan dengan menggunakan prinsip torsi, hukum II Newton maupun kekekalan energi

Perhatikan kedua indikator yang berasal dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sama. Guru Fisika pasti mengerti perbedaan jelas dari kedua indikator tersebut. Indikator yang pertama (nomor 2.1.1) jauh lebih mudah dibandingkan indikator kedua (nomor 2.1.6), karena indikator kedua membutuhkan analisis gaya dan analisis torsi yang tidak mudah, karena itu dari segi tingkat kompleksitas, indikator no. 2.1.6 labih tinggi daripada indikator no. 2.1.1.

Segi daya dukung sekolah juga harus diperhitungkan dalam menilai KKM, dari contoh di atas, tentu setiap sekolah akan berbeda-beda pendukungnya. Dukungan tersebut antara lain :
1.   Buku pelajaran yang merata pada semua siswa
2.   Modul pelajaran yang dibuat sendiri oleh guru
3.   Metode pembelajaran yang sesuai dengan materi
4.   Alat-alat Demo yang sesuai dengan materi
5.   Alat-alat eksperimen
6.   Animasi komputer (file flash, file swf, file mpg, dll) beserta komputer/note book dan proyektor LCD yang mendukung.
7.   Jumlah siswa yang tidak terlalu banyak dalam kelas.
8.   Suasana kelas yang menyenangkan.
9.   Dll.

Sekolah yang memiliki dukungan-dukungan tersebut tentu dapat memberi poin yang lebih pada segi ini dibandingkan sekolah yang hanya mempunyai 1 atau 2 pendukung-pendukung tersebut. Inilah sebabnya penentuan KKM tidak bisa hanya melalui forum MGMP, karena tidak semua sekolah merata dalam hal daya dukung.

Satu segi lagi adalah dari Intake siswa atau kemampuan dasar siswa. Bagi sekolah-sekolah yang memberikan kriteria penerimaan siswa dari rata-rata nilai yang tinggi tentu akan berbeda dengan sekolah-sekolah yang menetapkan kriteria penerimaan siswa dari rata-rata yang lebih rendah. Ini juga yang menyebabkan guru setiap mata pelajaran harus dapat membuat nilai KKM-nya sendiri. Juga aspek intake siswa juga perlu memperhatikan gaya belajar siswa. Ada siswa yang gaya belajarnya kinestetik, gaya belajar audio maupun gaya belajar visual. Jika materi pelajaran yang disajikan dengan metode tertentu sudah sesuai dengan gaya belajar siswa atau kelas, maka kita bisa mengharapkan nilai yang tinggi pada aspek ini untuk indikator yang tertentu

Setelah kita mengerti hal ini, marilah kita melangkah lebih jauh untuk dapat membuat sendiri nilai KKM untuk mata pelajaran kita masing-masing.

Langkah 1 Buat indikator (berdasarkan SK dan KD pada standar isi)

Langkah 2 Buat KKM untuk setiap indikator berdasarkan 3 aspek (Tingkat kompleksitas, daya dukung sekolah dan intake siswa)

Langkah 3 Buat KKM KD, yaitu rata-rata seluruh KKM Indikator pada KD tersebut.

Langkah 4 Buat KKM SK, yaitu rata-rata seluruh KKM KD pada SK tersebut.

Langkah 5 Buat KKM Semester, yaitu rata-rata seluruh KKM SK pada semester tersebut.

Langkah yang pertama tidak akan dibahas pada postingan ini karena saya menganggap
semua guru sudah memiliki indikator di silabus mereka masing-masing.

Langkah ketiga sampai kelima hanyalah merata-ratakan nilai dari langkah yang sebelumnya, sehingga tidak usah dibahas dengan detil di sini.

Yang sangat perlu dibahas dengan detil adalah langkah ke-2, yang merupakan dasar dari seluruh KKM yang ada. Untuk setiap indikator, harus dianalisa tiga aspek KKM. Setiap aspek KKM memiliki cara penilaian yang berbeda. Setidaknya ada dua cara menilai KKM indikator. Perhatikan contoh di bawah ini :

Menilai KKM menggunakan skala penilaian yang disepakati oleh guru mata pelajaran

Perhatikan aspek penilaian Kompleksitas, semakin tinggi kompleksitas maka nilainya semakin rendah. Hal ini berbeda dengan daya dukung dan intake siswa, semakin tinggi daya dukung, semakin tinggi juga nilainya. Demikian juga dengan intake siswa, semakin tinggi kemampuan siswa, maka smakin tinggi juga nilainya. Nilai-nilai di atas yang menyatakan mana nilai yang tinggi, sedang maupun rendah, bukanlah nilai yang mutlak, karena nilai tersebut bisa ditetntukan oleh guru itu sendiri, oleh kumpulan guru mata pelajaran, oleh pihak sekolah maupun oleh MGMP, jadi nilai yang ada di atas hanyalah sekedar gambaran saja.

Cara yang kedua dapat juga dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan. Cara ini lebih mudah daripada cara pertama, tetapi cara pertama lebih teliti daripada cara kedua.

Perhatikan penilaian kompleksitas yang berkebalikan dengan penilaian daya dukung maupun intake siswa.

Setiap indikator yang ada harus diberikan tiga penilaian di atas lalu jika hasilnya dirata-ratakan, maka jadilah yang namanya KKM indikator. Mudah kan???

Untuk penilaian cara kedua, jangan lupa untuk merata-ratakan sehingga diperoleh nilai tertinggi seratus, untuk itu perlu membagi dengan 9.

Contoh : Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:

(1 + 3 + 2)/9 x 100 = 66,7

Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.

Contoh dari mata pelajaran fisika untuk satu Kompetensi Dasar :


Mata Pelajaran : FISIKA
Kelas/semester : XI IPA / semester 2
Standar Kompetensi : 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah



Untuk diperhatikan, nilai KKM SK (Standar Kompetensi) belum bisa ditentukan karena perlu mengetahui nilai KKM KD (Kompetensi Dasar) dulu dengan lengkap, karena pada SK tersebut, ada 2 KD. Tabel di atas hanya memperhitungkan satu KD saja. Demikian juga dengan KKM Semester yang adalah rata-rata dari KKM SK, harus menghitung dulu KKM SK pada semester 2 tersebut, yaitu ada 2 SK, maka KKM semester bisa dihitung.

Untuk melihat nilai KKM lengkap semester 2 kelas XI IPA SMA dalam pelajaran fisika, ..

Dengan tetap mengingat bahwa nilai aspek daya dukung dan intake siswa pasti berbeda untuk tiap sekolah meskipun nilai kompleksitas mungkin sama.

Untuk kelas X di semester awal, tentu kita tidak bisa mengetahui bagaimana intake siswa yang sesungguhnya, karena itu bisa dicari dengan beberapa cara :
1.   Dengan mengambil dulu nilai minimal sebagai batas masuk sekolah tersebut.
2.   Dengan melihat nilai pretest untuk masuk ke sekolah (jika ada)
3.   Dengan melihat nilai raport SMP dari siswa secara rata-rata
4.   Dengan mengadakan pretest sendiri