Senin, 30 Juli 2012

Akrab Dengan Al Qur’an

Konten Dewasa +17 ke atas.....
Ada empat macam cara interaksi dengan Al Qur’an :

Tilawah (membacanya).
Tadabbur (menelaahnya).
Hifzh (menghafalnya).
Al Amal Bihi (mengamalkannya).



Al Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Isinya merupakan penyempurna dan pengoreksi semua isi kitab suci terdahulu. Dengan diturunkannya ayat terakhir dari Al Qur’an, berarti terhentilah wahyu dari langit dan berakhirlah pengutusan para rusul ke dunia. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penerima wahyu terakhir tersebut adalah pemungkas para Rasul (QS Al Ahzab: 40).
Al Qur’an merupakan undang-undang langit terakhir yang berfungsi mengubah undang-undang samawi sebelumnya. Apa yang masih dianggap relevan dengan tuntutan zaman masih tersirat dan atau tersurat di dalamnya, karena Al Qur’an adalah puncak dari perundang-undangan Ilahi dan pemungkas wahyu samawi. Isi kitab samawi sebelumnya yang telah diubah oleh tangan-tangan kotor manusia, dikoreksi dan diluruskan. Undang-udang pokok yang dibutuhkan umat manusia sampai akhir zaman untuk mengatur kehidupannya telah lengkap tercantum dalam Al Qur’an.(Al Maidah 3).
Al Qur’an diturunkan berfungsi membenarkan dan meluruskan apa yang ada pada kitab suci sebelumnya serta menyempurnakan risalah para Nabi terdahulu, untuk dijadikan sebagai risalah universal yang mencakup semua kebutuhan manusia, kapan dan dimana saja mereka berada. (QS Al Ma’idah: 48).
1.      Kesempurnaan dan Kelengkapan Isi Al Qur’an
Dalam surat Al Ma’idah ayat 3 Allah menyatakan,
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku lengkapkan nikmatKu kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”
Ayat ini menyuratkan dua hal pokok. Pertama, Allah telah menyempurnakan isi Al Qur’an. Dalam artian dari aspek kualitas, ajaran Al Qur’an amat sempurna dan tidak terdapat kontradiksi sama sekali. Kedua, Allah telah mencukupkan atau melengkapkan nikmat-Nya kepada Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Diantara nikmat yang paling agung adalah nikmat Islam. Berarti Allah telah melengkapkan ajaran Islam.
Kelengkapan ajaran Al Qur’an ini ditinjau dari segi kuantitas ajarannya. Menuntut ayat tersebut, ajaran Al Qur’an telah mencakup semua aspek hukum dan aspek kehidupan manusia. Sebagaimana yang ditegaskan Allah, “Tidak satu pun yang Kami abaikan dalam Al Qur’an ini” (QS Al An’am: 38).
Para ahli tafsir mengatakan maksud ayat ini, bahwa Allah tidak meninggalkan sedikit pun masalah-masalah agama dalam Al Quran. Allah telah menjelaskan semuanya, baik dengan terperinci maupun secara global yang diterangkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam atau ijma’ dan qiyas. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz VI hal 420).
Dalam ayat lain ditegaskan, ”Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu”. (Al Jami’ Li ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz X hal 164).
Menurut ayat-ayat tersebut, segala sesuatu sudah ada dan diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dalam Al Qur’an. Bagi orang yang mengikuti peraturan-peraturan yang sudah ada dalam Al Qur’an, akan sempurna merasakan nikmat Allah dalam penghidupan dan kehidupan di atas dunia ini.
Kalau kita bawa maksud Al Qur’an ini kepada suatu konotasi yang lebih sempit, yaitu pedoman hidup dan hukum, maka Al Qur’an merupakan pedoman hidup dan aturan hukum yang sempurna dan lengkap. Tidak ada lagi aturan atau hukum pokok yang dibutuhkan manusia yang tertinggal. Apabila manusia berpedoman pada Al Qur’an, mengikuti dan menjalankan peraturan-peraturan hukum yang ada di dalamnya, maka akan sempurnalah nikmat kehidupan umat manusi di dunia ini. (Al Jami’ Li Ahkaamil Quran, Al Qurthubi, juz VI hal 420)
2.      Manusia Membutuhkan Petunjuk Al Qur’an
Totalitas dan kesempurnaan ajaran yang dimiliki Al Qur’an menuntut peganutnya agar komitmen terhadap Islam secara total. Seorang muslim tidak boleh mengambil satu aspek saja dari ajarannya, akan tetapi ia harus mengambil semua aspek dari ajaran-ajaran Islam secara utuh. Al Qur’an mencela Bani Israil yang menerima sebagian ayat dan menolak sebagian yang lainnya sesuai dengan kemauan dan hawa nafsu mereka. (QS Al Baqarah: 85).
Untuk menghadapi era globalisasi sekarang ini, manusia amat membutuhkan petunjuk Al Qur’an, karena kebutuhannya melebihi kebutuhan umat manusia terdahulu. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kita amat membutuhkan petunjuk Al Qur’an.
Al Qur’an diturunkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk membebaskan ummat manusia dari kegelapan menuju cahaya hidup yang terang benderang (QS Ibrahim: 1). Dan sebagai pedoman hidup penuntun ummat manusia ke jalan kehidupan yang lurus (QS Al Baqarah: 183 dan QS Al Isra’: 9). Mengikuti petunjuk Al Qur’an adalah jaminan kebahagiaan pribadi dan masyarakat, kebahagiaan dunia dan akhirat, karena pembuat petunjuk itu adalah Pencipta dan Yang Maha Tahu tentang ciptaan-Nya.
Pedoman dan petunujuk hidup itu berlaku bagi seluruh ummat manusia, baik bagi orang Arab manupun orang non Arab, baik orang pandai ataupun orang biasa, baik kelas atas, menengah, atau pun kelas bawah. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang Maha bijaksana menurunkan Al Qur’an ini dengan uslub yang mudah, yang dapat difahami oleh ummat manusia. Bahkan, Al Qur’an sendiri mengulang-ulang pernyataan ini empat kali dalam satu surat Al Qamar: 17, 22, 32 dan 40 sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al Qamar : 17, 22, 32 dan 40)
Para sahabat Nabi dengan berbagai macam jenis kemampuan penalaran mereka, dengan mudah memahami, mencerna, dan mengamalkan Aquran, karena mereka siap mendengar, menerima, dan mentaatinya. Namun, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengadu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. tentang sikap kaumnya terhadap Al Qur’an ini, sebagaimana direkam oleh Al Qur’an sendiri:
“Dan Rasul berkata (mengadu): Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS Al Furqaan: 30).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa tidak beriman dan tidak membenarkan Al Qur’an termasuk “mahjura”. Tidak mentadabburi (menelaah) dan tidak memahaminya adalah termasuk “mahjura”. Tidak mengamalkannya dan tidak melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya adalah termasuk “mahjuro”.
Pengaduan itu terhadap kaumnya yang memusuhi Aquran (orang-orang kafir), bagaimana kalau terjadi pada ummatnya sendiri!!!
3.      Berinteraksi dengan Al Quran dan Mentadabburinya
Ada empat macam cara interaksi dengan Al Qur’an :
  1. Tilawah (membacanya).
  2. Tadabbur (menelaahnya).
  3. Hifzh (menghafalnya).
  4. Al Amal Bihi (mengamalkannya).
Tadabbur (penelaahan) Al Qur’an diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. dan salah satu cara berinteraksi (ta’amul) dengan Al Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala. berfirman, “Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai fikiran mendapatkan pelajaran” (QS Shaad: 29). “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al Qur’an ataukah hati mereka terkuci?” (QS Muhammad: 24 ).
Tadabbur adalah salah satu cara untuk memahami Al Qur’an. Kitab-kitab Tafsir yang kita kenal dan kita baca sekarang adalah hasil usaha yang optimal dari para ulama dalam mentadabburi dan memahami Aquran.
Tadabbur menurut bahasa berasal dari kata دبر yang berarti menghadap, kebalikan membelakangi. Tadabbur menurut ahli bahasa Arab adalah التفكر memikirkan. Maka, tadabbur bisa berarti memikirkan akibat dari sesuatu atau memikirkan maksud akhir dari sesuatu. Sedangkan, tadabbur menurut istilah adalah “penelaahan universal yang bisa mengantarkan kepada pemahaman optimal dari maksud suatu perkataan.”
Namun, tadabbur itu sendiri terikat dengan mengamalkannya, karena para Salafushshalih mengartikan tadabbur dan tilawah yang sungguh-sungguh (QS Al Baqarah: 121) dengan mengamalkannya. Jadi, pengertian tadabbur adalah, “Usaha memahami ayat-ayat Al Qur’an yang sedang dibaca atau didengar dengan disertai kekhusyukan hati dan anggota badan serta dibuktikan dengan mengamalkannya”.
Untuk berinteraksi dengan Al Qur’an dan melakukan tadabur yang optimal membutuhkan kiat-kiat sebagai berikut:
1.) Memperhatikan Adab atau Sopan-santun dalam Tilawah.
Supaya tilawah Al Qur’an memberikan manfaat dan buah serta menghasilkan dampak positif dan istiqamah, perlu diperhatikan adab dan sopan santun ketika membaca Al Qur’an antara lain:
  1. حسـن النيـة (motivasi yang baik), keihklasan, totalitas hanya untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. الاستعاذة والبسـملة (dimulai dengan Isti”adzah dan Basmalah) karena hal tersebut diperintahkan oleh Allah (QS An Nahl: 98).
  3. الطهـارة (kesucian) hati dan jasad, suci lahir dan batin.. Bahkan dianjurkan membaca Al qur’an itu dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil.
  4. تـفـريغ النفـس عن شـواغلـها (tidak disibukan dengan selain Al Qur’an).
  5. حصـر الفـكـر مع القـرءان (konsentrasi penuh dengan Al Qur’an)
  6. اختـيار الأوقـات والأمـاكن المـنـاسبـة (memilih waktu dan tempat yang cocok).
2.) Memperhatikan cara-cara Talaqqi (menerima pelajaran).
  1. التـلقي بالقلب الخاشـع (menerimanya dengan hati yang khusyuk).
  2. التـلقي بالـتـعظيـم (menerimanya dengan rasa takzim) seperti halnya seorang prajurit mendapatkan perintah dari komandannya atau seorang hamba sahaya mendapat perintah dari majikannya.
  3. التـلـقي للتـنـفيـذ (menerimanya untuk dilaksanakan).
3.) Memperhatikan Tujuan Pokok dari Al Qur’an.
Ketika mentadabburi Al Qur’an, hendaknya terhujam dalam benak kita tujuan pokok dan essensi diturunkannya Al qur’an, yang antara lain:
  1. Petunjuk jalan menuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. bagi setiap individu ataupun bagi seluruh ummat manusia.
  2. Merealisasikan pembentukan pribadi muslim yang sempurna dan yang seimbang.
  3. Merealisasikan masyarakat Islam berwawasan Al Qur’an.
  4. Membimbing ummat dalam pergumulannya dengan situasi jahili yang berada disekelilingnya.
4.) Mengikuti Jejak Langkah Para Sahabat dalam Berinteraksi dengan Al Qur’an.
  1. Pandangan yang universal terhadap Al Qur’an.
  2. Melepaskan segala bentuk prasangka sebelum masuk berinteraksi dengan Al Qur’an.
  3. Penuh keyakinan akan benarnya nash-nash Aquran.
  4. Merasakan bahwa ayat yang dibaca atau didengar adalah ditujukan kepadanya.
5.) Berusaha Hidup dalam Ruh Al Qur’an.
  1. Tidak bertele-tele dalam memahaminya.
  2. Menjauhkan cerita-cerita Israiliyyat.
  3. Melepaskan nash-nash Al Qur’an dari keterikatan dengan tempat dan waktu.