Minggu, 17 Juni 2012

Latar Belakang Isra’ dan Mi’raj

Konten Dewasa +17 ke atas.....

Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Lalu apa pelipur lara kita?

Mestinya adalah shalat, sebab oleh-oleh Isra’ dan Mi’raj utamanya adalah shalat, dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjadikan shalat sebagai qurratu ‘ain dan sekaligus rahah (rehat).

Tersebutlah dalam Sirah Nabawiyah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam ditinggal mati oleh dua orang; Khadijah Radhiyallahu ‘Anha dan Abu Thalib.  Padahal, selama ini dua orang tersebut telah berperan besar bagi dakwah Islamiyah.
Ummul Mukminin Khadijah Radhiyallahu ‘Anha, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, adalah:
  • Wanita dan bahkan manusia pertama yang beriman kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
  • Seorang mukmin yang mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah, dan
  • Seorang istri, yang darinya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mempunyai anak (keturunan).
Abu Thalib, meskipun belum beriman, namun, mengingat posisinya sebagai paman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, ia telah membela Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan sangat luar biasa.
Namun, di tahun itu, keduanya meninggal dunia, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam sangat bersedih, dan karenanya, tahun itu disebut ‘Amul Huzni (Tahun Kesedihan). Kesedihan itu semakin lengkap, manakala Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam mencoba membuka jalur dakwah baru, Thaif. Siapa tahu, Thaif yang sejuk, dingin, hijau, mempunyai pengaruh besar terhadap warganya, sehingga sikap mereka barangkali sejuk dan segar dalam menerima dakwah beliau Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Tidak seperti Makkah (saat itu) yang keras, semuanya tertutup batu, sehingga “membatu” sikap mereka terhadap dakwah. Namun, bukannya kedatangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam di Thaif disambut, tapi malah disambit (batu).
Singkat cerita, dalam perjalanan pulang ke Mekah, terjadi tiga peristiwa:
  1. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bertemu dengan seorang bernama Adas, dari Nainuwa, kampung halaman Nabi Yunus ‘Alaihis Salam. Dalam pertemuan itu, Adas menyatakan masuk Islam. Hal ini seakan mengatakan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Jangan bersedih wahai Muhammad, kalau orang Mekah, orang Arab tidak mau beriman, jangan bersedih, nih buktinya, orang Nainuwa mau beriman.”
  2. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bertemu dengan sekelompok jin, dan saat dibacakan Al Qur’an kepada mereka, mereka menyatakan beriman. Hal ini seakan memberi message kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Seandainya pun seluruh manusia tidak mau beriman, engkau pun tidak peru bersedih wahai Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, sebab, bangsa jin telah membuktikan bahwa mereka siap beriman kepadamu”.
  3. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Hal ini seakan berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Bahkan, seandainya pun seluruh penghuni bumi, baik manusia maupun jin, tidak mau beriman kepadamu wahai Muhammad, engkau pun tidak perlu bersedih, sebab, buktinya, masyarakat langit semuanya gegap gempita menyambut kedatanganmu”.
Dari sudut pandang ini, peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa bagi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Lalu apa pelipur lara kita?
Mestinya adalah shalat, sebab oleh-oleh Isra’ dan Mi’raj utamanya adalah shalat, dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjadikan shalat sebagai qurratu ‘ain dan sekaligus rahah (rehat).
Wallahu a’lam.

Senin, 04 Juni 2012

Kisah Kematian Nabiyullah Adam ‘Alaihis Salam

Konten Dewasa +17 ke atas.....

Pengantar
Kisah ini memberitakan kepada kita tentang saat-saat terakhir kehidupan bapak kita Adam dan keadaannya pada  saat  sakaratul  maut.  Para  Malaikat  memandikannya,  memberinya  wangi-wangian, mengkafaninya, menggali kuburnya, menshalatkannya, menguburkannya dan menimbunnya dengan tanah. Mereka melakukan itu untuk memberikan pengajaran kepada anak cucu sesudahnya, tentang bagaimana cara menangani orang mati.
Nash Hadits
Dari Uttiy bin Dhamurah As Sa’di berkata, “Aku melihat seorang Syaikh di Madinah sedang berbicara. Lalu aku bertanya tentangnya.” Mereka menjawab, “Itu adalah Ubay bin Kaab.” Ubay berkata, “Ketika maut datang menjemput Adam, dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku ingin makan buah Surga.” Lalu anak-anaknya pergi mencari untuknya. Mereka disambut oleh para Malaikat yang telah membawa kafan Adam dan wewangiannya. Mereka juga membawa kapak, sekop, dan cangkul. Para Malaikat bertanya, “Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian cari? Atau apa yang kalian mau? Dan ke mana kalian pergi?” Mereka menjawab, “Bapak kami sakit, dia ingin makan buah dari Surga.” Para Malaikat menjawab, “Pulanglah, karena ketetapan untuk bapak kalian telah tiba.”
Lalu para Malaikat datang. Hawa melihat dan mengenali mereka, maka dia berlindung kepada Adam. Adam berkata kepada Hawa, “Menjauhlah dariku. Aku pernah melakukan kesalahan karenamu. Biarkan aku dengan Malaikat Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala.” Lalu para Malaikat  mencabut  nyawanya,  memandikannya, mengkafaninya, memberinya wewangian, menyiapkan kuburnya dengan membuat liang lahat di kuburnya, menshalatinya. Mereka masuk ke kuburnya dan meletakkan Adam di dalamnya, lalu mereka meletakkan bata di atasnya. Kemudian mereka keluar dari kubur, mereka menimbunnya dengan batu. Lalu mereka berkata, “Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian.” 
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawaidul Musnad, 5/136.
Ibnu Katsir setelah menyebutkan hadits ini berkata, “Sanadnya shahih kepadanya.” (Yakni kepada Ubay bin Kaab). Al-Bidayah wan Nihayah, 1/98.
Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad. Rawi-rawinya adalah rawi-rawi hadits shahih, kecuali Uttiy bin Dhamurah. Dia adalah rawi tsiqah.”Majmauz Zawaid, 8/199.
Hadits ini walaupun mauquf (sanadnya tidak sampai pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam) pada Ubay bin Kaab, tetapi mempunyai kekuatan hadits marfu’, karena perkara seperti ini tidak membuka peluang bagi akal untuk mengakalinya.
Penjelasan Hadits
Hadits ini menceritakan berita bapak kita, Adam manakala maut datang menjemputnya. Adam rindu buah Surga. Ini menunjukkan betapa cinta Adam kepada Surga dan kerinduannya untuk kembali kepadanya. Bagaimana dia tidak rindu Surga, sementara dia pernah tinggal di dalamnya, merasakan kenikmatan dan keenakannya untuk beberapa saat.
Bisa jadi keinginan Adam untuk makan buah Surga merupakan tanda dekatnya ajal. Sebagian hadits menyatakan bahwa Adam mengetahui hitungan tahun- tahun umurnya. Dia menghitung umurnya yang telah berlalu. Nampaknya dia mengetahui bahwa tahun-tahun umurnya telah habis. Perpindahannya ke alam Akhirat telah dekat. Dan tanpa ragu, Adam mengetahui bahwa anak-anaknya tidak mungkin memenuhi permintaannya. Mana mungkin mereka bisa menembus Surga lalu memetik buahnya. Anak-anak Adam juga menyadari hal itu. Akan tetapi, karena rasa bakti mereka kepada bapak mereka, hal itulah yang mendorong mereka untuk berangkat mencari.
Belum jauh anak-anak Adam meninggalkan bapaknya, mereka telah dihadang oleh beberapa Malaikat yang menjelma dalam wujud orang laki-laki. Mereka telah membawa perlengkapan untuk menyiapkan orang mati. Para Malaikat memperagakan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap jenazah seperti pada hari ini. Mereka membawa kafan, wewangian, juga membawa kapak, cangkul, dan sekop yang lazim diperlukan untuk menggali kubur.
Ketika anak-anak Adam menyampaikan tujuan mereka dan apa yang mereka cari, para Malaikat meminta mereka untuk pulang kepada bapak mereka, karena bapak mereka telah habis umurnya dan ditetapkan ajalnya. Manakala para Malaikat maut datang kepada Adam, Hawa mengenalinya sehingga dia berlindung kepada Adam. Sepertinya Hawa hendak membujuk Adam agar memilih hidup di dunia, karena para Rasul tidak diambil nyawanya sebelum mereka diberi pilihan (antara kehidupan dunia dan Akhirat .pen) sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada kita. Adam tidak menggubris dan menghardiknya dengan berkata, “Menjauhlah dariku, karena aku pernah melakukan dosa karenamu.” Adam mengisyaratkan rayuan Hawa untuk makan pohon yang dilarang semasa keduanya berada di Surga.
 Para Malaikat mengambil ruh Adam. Mereka sendirilah yang mengurusi jenazahnya dan menguburkannya, sementara anak-anak Adam melihat mereka. Para Malaikat itu  memandikannya,  mengkafaninya,  memberinya  wangi-wangian,  menggali  kuburnya, membuat liang lahat, menshalatinya, masuk ke kuburnya, meletakkannya di dalamnya, lalu mereka menutupnya dengan bata. Kemudian mereka keluar dari kubur dan menimbunkan tanah kepadanya. Para Malaikatmengajarkan semua itu kepada anak-anak Adam. Mereka berkata, “Wahai Bani Adam, ini adalah sunnah kalian.” Yakni, cara yang Allah pilih untuk kalian dalam hal mengurusi mayat kalian.
Cara ini adalah syariat umum yang berlaku untuk seluruh Rasul dan semua orang beriman di bumi ini, mulai sejak saat itu sampai sekarang. Dan cara apa pun yang menyelisihinya berarti menyimpang dari petunjuk Allah, yang  besar  kecilnya  tergantung  pada  kadar  penyimpangannya. Barang siapa melihat tuntunan kaum muslimin dalam urusan jenazah yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, maka dia pasti melihat kesamaan antara hal itu dengan perlakuan para Malaikat kepada Adam. Sepanjang sejarah, petunjuk ini telah banyak diselisihi oleh sebagian besar umat manusia. Ada yang membakar orang mati. Ada yang membangun bangunan-bangunan megah, seperti piramid, untuk mengubur orang mati dengan meletakkan makanan, minuman, mutiara dan perhiasan bersamanya. Ada yang meletakkan mayit di kotak batu atau kayu. Semua itu menuntut biaya yang mahal dan hanya membuang-buang energi untuk sesuatu yang tidak berguna. Dan yang paling utama, semua itu telah menyelisihi petunjuk yang Allah syariatkan kepada mayit Bani Adam.
Pelajaran-pelajaran dan Faidah-faidah Hadits
  1. Disyariatkan menyiapkan mayit dan menguburkannya seperti disebutkan di dalam hadits.
  2. Sunnah terhadap mayit adalah petunjuk semua Rasul dalam setiap syariat mereka.
  3. Pengajaran Malaikat kepada anak-anak Adam tentang sunnah ini dengan ucapan dan perbuatan.
  4. Semua cara menangani mayit selain cara yang disebutkan di dalam hadits di atas adalah penyimpangan dari manhaj dan petunjuk Allah.
  5. Keutamaan bapak kita Adam, di mana para Malaikat mengurusi  jenazahnya,  menshalatkannya  dan menguburkannya.
  6. Kemampuan para Malaikat untuk menjelma menjadi manusia dan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia.
  7. Sudah munculnya beberapa peralatann sejak zaman manusia pertama, seperti kapak, cangkul dan sekop.
  8. Seseorang harus berhati-hati terhadap istrinya yang bisa menjadi penyebab penyimpangannya. Adam memakan buah karena hasutan Hawa. Dan Allah telah meminta kita agar berhati-hati terhadap sebagian istri dan anak-anak kita, “Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka.” (QS. Ath Thaghabun: 14)